Binatang Gajah
sudah lama hidup di Tatar Sunda sekitar 40 ribu tahun yang lalu. Bagi T.Bachtiar, seorang Anggota
Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung, sebagaimana
yang tertulis dalam artikelnya “Gajah Pernah Hidup di Tatar Sunda” di Harian
Pikiran Rakyat, Kamis, 21 Juli 2005, kemungkinan gajah pernah berkeliaran di
Tanah Sunda itu tidaklah mengejutkan karena memang memiliki bukti-bukti yang
kuat. Selain bukti berupa ditemukannya fosil-fosil gajah, juga dari aspek
budaya, bahasa, dan sastra Sunda pun turut memperkuat bukti keberadaan gajah di
Tanah Sunda baheula.
Di Jawa Barat sebenarnya sudah banyak ditemukan fosil
gajah, seperti di Cijurai (Cirebon), Baribis (Majalengka), Cikamurang
(Sumedang), Punggungan Tambakan (Subang), Cibinong (Bogor), atau Mauk
(Tangerang). Terlebih, pada 7 Juli 2004, temuan fosil gajah bertambah di
Rancamalang, Kabupaten Bandung. Dr. Fachroel Aziz, ahli dari Museum Geologi
Bandung, dengan hanya mengamati sepintas, sudah langsung dapat menduga, temuan
baru itu adalah fosil geraham gajah Asia (Elephas maximus). Dari segi keutuhan
fosil geraham, fosil dari Rancamalang ini bisa jadi merupakan fosil geraham
paling utuh, bahkan di dunia. Akar giginya masih lengkap dan utuh.
Dunia
keilmuan Antropologi mengenal teori sistem simbol yang diintrodusir oleh
Clifford Geertz, seorang Antropolog Amerika. Dalam bukunya yang berjudul Tafsir
Kebudayaan (1992),
Geertz menguraikan makna dibalik sistem simbol yang ada pada suatu kebudayaan.
Antropolog yang terkenal di tanah air melalui karyanya “Religion of Java”
itu menyatakan bahwa sistem simbol merefleksikan kebudayaan tertentu. Jadi,
bila ingin menginterpretasi sebuah kebudayaan maka dapat dilakukan dengan
menafsirkan sistem simbolnya, berkaitan dengan simbol tersebut sebagian kalangan masyarakat Tatar Sunda
berkeyakinan bahwa gajah adalah simbol Pajajaran yang sebenarnya.
Abad ke 4
Masehi hingga 7 Masehi, binatang Gajah pun familiar dan dikenal masyarakat, sangat mungkin manusia prasejarah di
Tatar Sunda sudah sangat terkesan dengan binatang berkaki empat yang ukurannya
sangat besar ini, Kata gajah hampir dipakai dalam setiap kesempatan yang sangat
penting dalam perjalanan hidup manusia Tatar Sunda.
Kekuatan binatang gajah ini juga menjadi inspirasi
pemberian nama tokoh di Tatar Sunda diantaranya Dalem Gajah dengan nama lain Prabu Gajah Agung Wangi Kusuma atau
Raden Rangga Adikusuma atau Dewa Aji Guru Adegan Kusuma yang merupakan Prabu
Siliwangi ke 5 Raja Pajajaran.
Berikut ini susunan nama-nama Raja Pajajaran 1 - 9 yang
terdiri dari::
·
Prabu
Siliwangi ke 1 Prabu Haruman Buana Kusuma
·
Prabu
Siliwangi ke 2 Prabu Jaeng Naga Suksena Kusuma
(Makamnya di Galuh/Gunung )
·
Prabu
Siliwangi ke 3 Prabu Batara Dewa Kusuma
(Makamnya di Perbatasan Banjar - Ciamis Dekat
Makam Sunan Rama dan Ambu
Balongan Cikajayaan)
·
Prabu
Siliwangi ke 4 Prabu Cakra Sukma Wijaya Kusuma
(Makamnya di Gunung Manglayang)
·
Prabu
Siliwangi ke 5 Prabu Dewa Aji Guru Adegan Kusuma
(Makamnya di Gajah Eretan Kutawaringin Kab.
Bandung)
·
Prabu
Siliwangi ke 6 Prabu Sanghyang Cakrawayan
(Makamnya di Cimalaka Sumedang)
·
Prabu
Siliwangi ke 7 Prabu Cakra Ningrat Kusuma
(Makamnya di Cimalaka Sumedang)
·
Prabu
Siliwangi ke 8 Prabu Jaya Perkasa
(Makamnya di Dayeuh Luhur Sumedang)
·
Prabu
Siliwangi ke 9 Prabu Surya Kencana
(Makamnya di Gunung Pangrango
Bogor)
Fase Prabu Siliwangi yang ke 5 yaitu Prabu Dewa Aji Guru
Adegan Kusuma dengan nama saat usia muda (nuju Anom) yaitu Raden Rangga
Adikusuma mempunyai teman pendamping seusianya antara lain : Raden Rangga Jaya (Makamnya Gunung Manik Perbatasan Jawa Barat
- Jawa Tengah), Raden Rangga Pati (
Makamnya Gunung Puseran Gara Wangi Kuningan), Raden Rangga Kusuma (Makamnya Gunung Papandayan - Garut). Raden Rangga Adikusuma mempersunting Nyimas Ratu Raden
Ajeng Wulan Kusuma adiknya Nyimas Kuning Ayu (Gunung Ceremai Kuningan). Raden
Rangga Adikusuma menduduki jabatan Raja Pajajaran yang ke 5 dengan nama Prabu
Dewa Aji Guru Adegan Kusuma ( karena
sudah ngadeg/jeneng ). Prabu Dewa Aji Guru Adegan Kusuma dikenal sebagai
raja “anu nyaah ka rakyat, deudeuh kanu
leutik, aya istilah kolot esto budak ngora ge hormat, anu leutik oge dipiasih ku anjeuna mah” . Karena
perilaku beliau yang sangat menyayangi rakyatnya maka Dewa Ganesha memberikan
sebuah patung Ganesha sebagai hadiah. Dengan pemberian patung ganesha tersebut
maka beliau dianugrahi gelar Prabu Gajah
Agung Wangi Kusuma . Beliau selama menjabat sebagai Raja Pajajaran fase
Prabu Siliwangi yang ke 5 ini, tinggal di Keraton Giri Gading Wangi dan wafatnya
juga di tempat tersebut yaitu di Desa Pameuntasan Kecamatan Soreang Kabupaten
Bandung Provinsi Jawa Barat. Para rakyat yang tinggal di wilayah Keraton Giri
Gading Wangi terbiasa menyebut nama wewengkon (wilayah) beliau dengan istilah “Kadaleman Gajah”, lama kelamaan
istilah tersebut dikenal dengan nama Dalem
Gajah. Lokasi makam Raden Rangga Adikusuma/Prabu Gajah Agung Wangi Kusuma/Prabu
Dewa Aji Guru Adegan Kusuma/Dalem Gajah pun dinamakan dengan nama Kampung Gajah.
Pada tahun 1982 Desa Pameuntasan Kecamatan Soreang
mengalami pemekaran wilayah,oleh karena itu semua tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda,
kepala dusun dan pemuka adat bermusyawarah di balai desa untuk mencari nama desa baru hasil pemekaran. Hasil
musyawarah dari para tokoh disetujuilah bahwa desa yang baru tersebut diberi nama Desa
Gajahmekar, karena menjungjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal bahwasannya
di Kampung Gajah yang merupakan
wilayah Desa Gajahmekar tersebut, terdapat Makam Dalem Gajah atau Prabu Gajah Agung Wangi Kusuma yang merupakan Raja Pajajaran yaitu Prabu
Siliwangi ke 5. Pada saat ini makam tersebut telah tercatat sebagai salah satu
Situs Purbakala oleh Pemerintah Kabupaten Bandung.
Seiring dengan perkembangan zaman, Kampung Gajah pun berubah nama menjadi Kampung Gajah Eretan (Karena ada perahu yang dieret di Sungai Citarum, untuk menyebrangkan orang, barang, hewan, dan kendaraan roda dua) ke Kampung Daraulin Desa Nanjung Kec. Margaasih. Di wilayah Desa Gajahmekar terdapat pula Kampung Gajah Cipari ( Karena daerah ini terdapat sungai kecil aliran irigasi atau anak sungai citarum orang setempat menyebutnya cipari), dan Kampung Gajah Kantor (karena dulu daerah ini dijadikan pusat perkantoran/pemerintahan Prabu Siliwangi Ke - 5 / Prabu Dewa Aji Adegan Kusuma / Dalem Gajah / Prabu Gajah Agung Wangi Kusuma / Raden Rangga Adikusuma).
Seiring dengan perkembangan zaman, Kampung Gajah pun berubah nama menjadi Kampung Gajah Eretan (Karena ada perahu yang dieret di Sungai Citarum, untuk menyebrangkan orang, barang, hewan, dan kendaraan roda dua) ke Kampung Daraulin Desa Nanjung Kec. Margaasih. Di wilayah Desa Gajahmekar terdapat pula Kampung Gajah Cipari ( Karena daerah ini terdapat sungai kecil aliran irigasi atau anak sungai citarum orang setempat menyebutnya cipari), dan Kampung Gajah Kantor (karena dulu daerah ini dijadikan pusat perkantoran/pemerintahan Prabu Siliwangi Ke - 5 / Prabu Dewa Aji Adegan Kusuma / Dalem Gajah / Prabu Gajah Agung Wangi Kusuma / Raden Rangga Adikusuma).
Pada tahun 2008 Kecamatan Soreang mengalami pemekaran wilayah sehingga Desa Gajahmekar yang awalnya termasuk wilayah Kecamatan Soreang beralih ke kecamatan baru yaitu Kecamatan Kutawaringin, sehingga sekarang Kampung Gajah yang berubah nama menjadi Kampung Gajah Eretan Desa Gajahmekar berada diwilayah Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.
Salam Santun..... Salam Rahayu...... dan Semoga Jaya selalu .....
( Raden A. Agung Kujang Santang Kusuma )